Senin, 27 Oktober 2008


SUKMAWATI SUKARNO
PUTRI BUNG KARNO YANG TERANIAYA

Oleh. * Ir. Rinto Handoyo

     SIMPANG siur berita masmedia, telah membingungkan masyarakat mengenai kekurangan persyaratan para calon anggota legislativif, yang diduga Palsu atau dipalsukan. Apabila hal tersebut terjadi kepada seseorang atau orang biasa maka sudah dapat diduga hasilnya, yaitu caleg tersebut gagal mengikuti putaran pertandingan di pesta demokrasi 2009, dan hanya sebatas itu. Tetapi kalau hal tersebut terjadi pada Ketua Umum Partai, yaitu PNI Marhaenisme, yang juga salah satu Putri Proklamator maka hal ini menjadi polemic yang rentan terhadap politisasi masalah.
     Oleh sebab itu kami mau melakukan klarifikasi masalah tersebut, agar masyarakat atau rakyat Indonesia mengerti apa sebenarnya hal yang dialami oleh Ketua Umum Partai Nasional Indonesia Marhaenisme Sukmawati Sukarno. Untuk memahami komplek permasalahan marilah kita kembali pada masa ketika Putri sang Proklamator tersebut masih usia remaja.
    Pada tahun 1967, Prutri Sang Proklamator yang diberi nama Dyah Mutiara Sukmawati Soekarno adalah seorang remaja berusia 15 tahun. Saat itu angin politik di Indonesia sangat tidak berfihak kepada pemimpin Revolosi, sang Proklamator sekaligus Presiden Republik Indonesia Pertama. Tekanan represif yang dilakukan oleh tentara kepada hal-hal yang berbau Sukarno sangatlah keras, perlakuan buruk ini tidak hanya diberlakukan kepada pengikutnya, tetapi juga terhadap Putra Putri Sukarno. Ada komando yang tidak tertulis dari pemimpin Orde Baru, yaitu Suharto untuk melakukan pembunuhan sosial secara genoside terhadap anak anak Soekarno dengan melarang anak sang Proklamator untuk bersekolah. Meneror sekolahan dimana Putra Putri Bung Karno bersekolah, atau mengancam kepala sekolah dimana Putra Putri Bungkarno belajar.
     Saat itu perguruan Cikini menolak, kasarnya mengusir DM Sukmawati serta kakaknya untuk melanjutkan sekolah pada perguruan tersebut, melihat hal demikian sang kakak Megawati mencarikan sekolahan yang mau menerima adiknya untuk dapat belajar, maka didapat salah satu sekolah Negeri yang berani menerima Putri sang Proklamator. Sekolah tersebut.adalah SMA N 3, ini juga di sebabkan karena saat itu Kepala Sekolah di jabat oleh Bapak Alfon yang Soekarnois. Maka mulailah Putri sang Proklamator tersebut bersekolah, di sekolahan tersebut dengan segala dinamikanya dibawah tekanan kondisi politik Rezim Orde baru yang represif , dan menginginkan agar anak Soekarno tidak sekolah. Walaupun kondisinya dibawah tekanan politik yang sangat represif akhirnya berhasil mendapatkan ijazah dari sekolahan tersebut.
    Duapuluh delapan tahun sudah berlalu, perjalanan perpolitikan Indonesia mengalami perobahan yang revolosioner, hal tersebut diawali adanya gerakan reformasi yang dimotori oleh para Mahasiswa, juga termasuk DM Sukmawati Sukarno ikut andil dalam menggerakkan reformasi. Sayangnya reformasi yang dilakukan para mahasiswa tersebut tidak di tindak lanjuti oleh para politikus senior dengan baik, sehingga penderitaan yang di alami para korban politik masih menyisakan persoalan hingga saat ini, salah satu hal adalah tidak ada rehabilitasi para korban Rezim Suharto atas kesalahan yang dilakukan secara sistemik atau kasuistis terhadap para korban.
    Kami tidak ingin bicara asli atau palsu sebuah ijazah, tetapi yang akan kita pertanyakan adalah dimana hati nuraini bangsa ini, dimana kecerdasan bangsa ini, dimana kebijakan Negara ini yang secara populasi penduduk dapat dikatakan Negara besar. Kita berkutet mempersoalkan kesalahan administrasi, sementara yang melakukan kesalahan tersebut adalah rezim. Sukmawati, putri sang Proklamator bukan minta konsesi tambang emas di Papua, Sukmawati, putri sang Proklamator bukan meminta kosesi tambang minyak di Riau, Sukmawati, putri sang Proklamator bukan meminta HPH hutan lindung, Sukmawati, putri sang Proklamator bukan meminta keringanan atas kredit macet yang dipinjam dari Bank, Sukmawati ,putri sang Proklamator bukan minta keringanan hukuman karena Korupsi, Sukmawati, putri sang Proklamator hanya mau menyuarakan suara rakyat lewat pemilihan Legislatif, serta ingin melanjutkan cita cita dan ajaran sang Bapak, Marhaenisme.
    Seharusnya kita sebagai bangsa besar malu, tidak dapat menjaga Sukmawati putri sang Proklamator dari kesulitan administrasi yang dilakukan bukan oleh dirinya. Siapa yang harus bertanggungjawab atas kesalahan sistemik yang dilakukan rezim masa lalu, apakah Dikti tidak dapat menyelesaikan permasalahan tersebut dengan arif, atau Presiden yang berkuasa saat ini tidak dapat melakukan tindakan yang bijak atau semua pejabat yang menikmati jabatan mereka tidak dapat memberi sedikit pencerahan, karena perlu diingat tanpa kemerdekaan yang di proklamirkan oleh Bung Karno belum tentu ada Presiden RI ke 6, oleh sebab itu biarlah Rakyat yang menilai bagaimana sikap mikul duwur mendem jero tersebut, yang dapat dilakukan oleh penguasa negri ini.

* Penulis Ketua Organisasi DPP PNI Marhaenisme



Sabtu, 25 Oktober 2008



SUKMAWATI SUKARNO
Deklarasi Dukung Barack Obama
     SUKMAWATI Sukarno deklarasikan dukung kandidat Presiden AS, Barack Obama. Hal itu diungkapkannya dalam acara seminar untuk memperingati hari Sumpah Pemuda di Gedung Caraka Loka Departemen Luar Ngeri Jl. Sisingamangaraja No. 73, Jakarta Selatan, Rabu siang. (22/10)
    Dalam acara seminar dengan tema: Dengan semangat Sumpah Pemuda Kita Tingkatkan Penan Pemuda dan Hubungan internasional dalam membangun Indonesia lebih baik. Dengan pembicara antara lain DM Sukmawati Sukarno makala yang disampaikan Pernan PNI Marhaenisme dalam hubungan internasional guna menwujudkan kondisi politik yang kondusif.
Makala lainnya disampaikan oleh pakar Sejarah UI Dr. Angar Gongong dengan makala Peranan Pemuda dalam membangun Indonesia lebih baik dan Drs. Paiman Raharjo, MM, MSi menyampaikan makala Pernana Partai politik dalam sosialisasi dan pemberdayaan partisiapasi politik masyarakat.
    Acara dimulai pukul 07.00 Wib dan berakhir pukul 13.30 WIB dan dihadiri seluruh fungsionaris DPP PNI Marhaenisme, Caleg DKI dan para undanga serta ratusan mahasiswa Se-Jakarta.
     “Saya secara tegas mendukung Senator Illinois Amerika Serikat, Barack Obama dari Partai Demokrat untuk menjadi Presiden Amerika Serikat. Saya mendukung Obma bukan tak ada alasan. Bila terpilih Obma akan berjanji menarik tentara dari Irak dan negara-negara Arab,”terang ibunda artis Paundra.
     Secara tegas Ketua Umum DPP PNI Marhaenisme mendukung Senator Illinois Amerika Serikat, Barack Obama menjadi Presiden AS karena PNI Marhaenisme dan Partai Demokrat Amerika Serikat sama-sama mencintai human rights.
    “PNI Marhanisme dan Partai Demokrat Amerika Serikat sama mendukung human rights. Selain itu Obama merupakan kendidat Presiden AS pertama yang berkulit berwarna.,” terang Putri ketiga Bung Karno ini berapi-api. (****)

Teks: DM Sukmawati Sukarno




Senin, 13 Oktober 2008

Artis Berjubel di partai besar
PNI Marhaenisme tolak Caleg Artis

  JAKARTA - Lebih dari 50 artis menjadi Calon Legislatif (Caleg) dicalonkan Parpol besar yang diumumkan Komisi Pemiluhan Umum (KPU). Melihat kenyatan PNI Marhaenisme tidak gentar. Sebab Caleg PNI diutamakan adalah kader atau amsyarakat yang ingin berjuang membela rakyat bersama PNI Marhaenisnme.
“PNI Marhaenisme punya konsep tentang pencaolnan Caleg. PNI tidak berselera untuk menjadikan artis sebagai Caleg. Masih banyak kader PNI yang bisa jadi Caleg. Buat manfaatnya Caleg artis? Kalau artis itu kader PNI itu tak masalah,” Kata Pemenangan Pemilu (PAPPU) DPP PNI Marhaenisme Drs. Yan Melani Ali  Asli menjelaskan.
   Para artis itu diantaranya Thessa Kaunang, Ricky Jo, Tamara Geraldine, Ronny Pangemanan (komentator bola di TV), Jeremy Thomas, Tantowi Yahya, Nurul Arifin,   Venna Melinda, Tere, Angelina Sondakh, Adjie Massaid, Miing Bagito, Rieke Dyah Pitaloka, Eddo Kondologit, Sonny Tulung, Wulan Guritno,  Marini Zumarnis,  Eko Patrio,  Ikang Fawzi,  Eka Sapta,  Lucky Artadipraja,  Intan Sevilla,  Poppy Maretha,  Irene Librawati,  Derry Drajat,  Adrian Maulana,  Raslina Rasyidin,  Tito Soemarsono,  Maylaffayza,  Mandra,   Mara Karma,  Cahyono,  Krishna Mukti, Henidar Amroe, Ratih Sanggarwati, Okky Asokawati, Feryy Irawan, Evi Tamala, Mieke Wijaya, Emilia Contessa, Marissa Haque, Kristina, Gusti Randa, Anwar Fuadi, Elsa Syarif (pengacara kondang) dan Mutiara Sani.
   Ketua Panitia Pemenangan Pemilu PNI Marhaenisme Drs. Yan Melani Ali Asli tak kecewa partainya tak ada artis. Menurutnya, artis itu tak punya nilai juang. “Perjuangan itu kristalisasi keringat. Apakah artis mau berkeringat di partai? Belum tentu juga mereka mau berkeringat untuk rakyat jika jadi anggota dewan,” cetusnya.
  Bahkan Drs. Yan Melani Ali Asli meragukan loyalitas para artis bila duduk di legislatif. Pridoe Pemilu 2004-2009 ada beberapa artis yang duduk di legislatif telah membuktikan. Para artis itu “tak berbunyi” selama di DPR. Bukan urusan negara atau rakyat yang membuat mereka besar, melainkan karena gosip dan beritanya pun di infotainmen.
  “Simak saja, apakah ada artis yang bersuara lantang membela rakyat? Sangat jarang sekali mereka bicara soal rakyat. Kalaupun ada pemberitaan tentang artis di legislatif, beritanya ditayangan di infotainmen. Itu alasannya, mengapa PNI Marhaenisme kurang begitu berminat menjadi artis sebagai Caleg,” papar Yan Melani Ali Asli. (amrs)